Setiap anggota KPU, KPU Provinsi, dan/atau KPU Kabupaten/Kota yang tidak melaksanakan putusan pengadilan terhadap kasus tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 484 ayat (2) yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
(1) Putusan pengadilan terhadap kasus tindak pidana Pemilu yang menurut Undang-Undang ini dapat memengaruhi perolehan suara Peserta Pemilu harus sudah selesai paling lama 5 (lima) hari sebelum KPU menetapkan hasil Pemilu secara nasional.
(2) KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Salinan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah diterima KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota, dan Peserta Pemilu pada hari putusan pengadilan dibacakan.
Pasal 543
Setiap anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, dan/atau Panwaslu Kelurahan/Desa/Panwaslu LN/Pengawas TPS yang dengan sengaja tidak menindaklanjuti temuan dan/atau laporan pelanggaran Pemilu yang dilakukan oleh anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS/PPLN, dan/atau KPPS/KPPSLN dalam setiap tahapan Penyelenggaraan Pemilu dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 550
Setiap pelaksana atau peserta kampanye yang terbukti dengan sengaja atau lalai yang mengakibatkan terganggunya tahapan Penyelenggaraan Pemilu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 488
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar Pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Setiap orang dilarang memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar Pemilih.
Pasal 554
Dalam hal Penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal 518, Pasal 520, Pasal 523, Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1),
Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Penyelenggara Pemilu Ancaman Pidana menjadi Penjara Paling Lama 1 Tahun 4 bulan dan denda paling banyak Rp. 16.000.000 (Enam Belas Juta Rupiah)
Pasal 489
Setiap anggota PPS atau PPLN yang dengan sengaja tidak mengumumkan dan/atau memperbaiki daftar pemilih sementara setelah mendapat masukan dari masyarakat dan/atau Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 206, Pasal 207, dan Pasal 213, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
(1) Daftar pemilih sementara disusun oleh PPS berbasis domisili di wilayah rukun tetangga.
(2) Daftar pemilih sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun paling lambat 1 (satu) bulan sejak berakhirnya pemutakhiran data Pemilih.
(3) Daftar pemilih sementara diumumkan selama 14 (empat belas) hari oleh PPS untuk mendapatkan masukan dan tanggapan masyarakat.
(4) Daftar pemilih sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3), salinannya harus diberikan oleh PPS melalui PPK kepada yang mewakili Peserta Pemilu di tingkat kecamatan sebagai bahan untuk mendapatkan masukan dan tanggapan.
(5) Masukan dan tanggapan masyarakat dan/atau Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diterima PPS paling lama 21 (dua puluh satu) hari sejak daftar pemilih sementara diumumkan.
(6) PPS wajib memperbaiki daftar pemilih sementara berdasarkan masukan dan tanggapan masyarakat dan/atau Peserta Pemilu paling lama 14 (empat belas) hari sejak berakhirnya masukan dan tanggapan masyarakat dan Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(1) Daftar pemilih sementara hasil perbaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 206 ayat (6) diumumkan kembali oleh PPS selama 7 (tujuh) hari untuk mendapatkan masukan dan tanggapan masyarakat dan/atau Peserta Pemilu.
(2) PPS wajib memperbaiki daftar pemilih sementara hasil perbaikan berdasarkan masukan dan tanggapan masyarakat dan/atau Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 14 (empat belas) hari setelah berakhirnya pengumuman.
(3) Daftar pemilih sementara hasil perbaikan akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh PPS kepada KPU Kabupaten/Kota melalui PPK untuk menyusun daftar pemilih tetap.
(1) PPLN menyusun daftar pemilih sementara.
(2) Penyusunan daftar pemilih sementara dilaksanakan paling lama 1 (satu) bulan sejak berakhirnya pemutakhiran data Pemilih.
(3) Daftar pemilih sementara diumumkan selama 14 (empat belas) hari oleh PPLN untuk mendapatkan masukan dan tanggapan masyarakat.
(4) Masukan dan tanggapan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterima PPLN paling lama 21 (dua puluh satu) hari sejak daftar pemilih sementara diumumkan.
(5) PPLN wajib memperbaiki daftar pemilih sementara berdasarkan masukan dan tanggapan masyarakat paling lama 7 (tujuh) hari sejak berakhirnya masukan dan tanggapan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(6) Daftar pemilih sementara hasil perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) digunakan PPLN untuk bahan penyusunan daftar pemilih tetap.
Pasal 511
Setiap orang yang dengan kekerasan, dengan ancaman kekerasan, atau dengan menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat pendaftaran Pemilih menghalangi seseorang untuk terdaftar sebagai Pemilih dalam Pemilu menurut Undang- Undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 554
Dalam hal Penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal 518, Pasal 520, Pasal 523, Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1),
Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Penyelenggara Pemilu Ancaman Pidana menjadi Penjara Paling Lama 4 Tahun dan denda paling banyak Rp. 48.000.000 (Empat Puluh Delapan Juta Rupiah)
Pasal 512
Setiap anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan/atau PPLN yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, dan/atau Panwaslu LN dalam melakukan pemutakhiran data Pemilih, penyusunan dan pengumuman daftar pemilih sementara, perbaikan dan pengumuman daftar pemilih sementara hasil perbaikan, penetapan dan pengumuman daftar pemilih tetap, daftar pemilih tambahan, daftar pemilih khusus, dan/atau rekapitulasi daftar pemilih tetap yang merugikan Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
(1) Dalam hal pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 219 ditemukan unsur kesengajaan atau kelalaian anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan PPLN yang merugikan Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota serta Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, Panwaslu LN, dan Pengawas TPS menyampaikan temuan tersebut kepada KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan PPLN.
(2) Temuan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, Panwaslu LN, dan Pengawas TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditindaklanjuti oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan PPLN.
(1) Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, dan Panwaslu Kelurahan/Desa melakukan pengawasan atas pelaksanaan pemutakhiran data pemilih, penyusunan dan pengumuman daftar pemilih sementara, perbaikan dan pengumuman daftar pemilih sementara hasil perbaikan, penetapan dan pengumuman daftar pemilih tetap, daftar pemilih tambahan, dan rekapitulasi daftar pemilih tetap yang dilaksanakan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan PPS.
(2) Panwaslu LN melakukan pengawasan atas pelaksanaan pemutakhiran data pemilih, penyusunan dan pengumuman daftar pemilih sementara, perbaikan dan pengumuman daftar pemilih sementara hasil perbaikan, penetapan dan pengumuman daftar pemilih tetap, daftar pemilih tambahan, dan rekapitulasi daftar pemilih tetap luar negeri yang dilaksanakan oleh PPLN.
Pasal 513
Setiap anggota KPU Kabupaten/Kota yang sengaja tidak memberikan salinan daftar pemilih tetap kepada Partai Politik Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 208 ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
(1) KPU Kabupaten/Kota menetapkan daftar pemilih tetap berdasarkan daftar pemilih sementara hasil perbaikan.
(2) Daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan basis TPS.
(3) Daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan paling lama 7 (tujuh) hari sejak berakhirnya perbaikan terhadap daftar pemilih sementara hasil perbaikan.
(4) Daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh KPU Kabupaten/Kota kepada KPU, KPU Provinsi, PPK, dan PPS.
(5) KPU Kabupaten/Kota wajib memberikan salinan daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Partai Politik Peserta Pemilu di tingkat kabupaten/kota dan perwakilan Partai Politik Peserta Pemilu di tingkat kecamatan dalam bentuk salinan softcopy atau cakram padat dalam format yang tidak bisa diubah paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.
(6) Salinan softcopy atau cakram padat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilarang diubah.
Pasal 544
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memalsukan data dan daftar pemilih, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Pasal 545
Setiap anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan/atau PPLN yang dengan sengaja menambah atau mengurangi daftar pemilih dalam Pemilu setelah ditetapkannya Daftar Pemilih Tetap, dipidana dengan pidana penjara paling lama
3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Setiap anggota KPU, KPU Provinsi, dan/atau KPU Kabupaten/Kota yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan/atau Bawaslu Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (3) dan/atau pelaksanaan verifikasi kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 251 ayat (3) dan Pasal 261 ayat (3) dan/atau pelaksanaan verifikasi kelengkapan administrasi bakal calon Presiden dan Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
(1) Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota melakukan pengawasan atas pelaksanaan verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu yang dilaksanakan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
(2) Dalam hal Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota menemukan kesengajaan atau kelalaian yang dilakukan oleh anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dalam melaksanakan verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu sehingga merugikan atau menguntungkan partai politik calon Peserta Pemilu, maka Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota menyampaikan temuan tersebut kepada KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
(3) Temuan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib ditindaklanjuti oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
Dalam hal Penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal 518, Pasal 520, Pasal 523, Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1), Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Setiap anggota KPU, KPU Provinsi, dan/atau KPU Kabupaten/Kota yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan/atau Bawaslu Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (3) dan/atau pelaksanaan verifikasi kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 251 ayat (3) dan Pasal 261 ayat (3) dan/atau pelaksanaan verifikasi kelengkapan administrasi bakal calon Presiden dan Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Dalam hal Penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal 518, Pasal 520, Pasal 523, Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1), Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 520
Setiap orang yang dengan sengaja membuat surat atau dokumen palsu dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang memakai, atau setiap orang yang dengan sengaja memakai surat atau dokumen palsu untuk menjadi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, untuk menjadi Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 254 dan Pasal 260 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Dalam hal ditemukan dugaan telah terjadi pemalsuan dokumen atau penggunaan dokumen palsu dalam persyaratan administrasi bakal calon dan/atau calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menindaklanjutinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(1) Persyaratan dukungan minimal Pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 183 ayat (1) dibuktikan dengan daftar dukungan yang dibubuhi tanda tangan atau cap jempol jari tangan dan dilengkapi fotokopi kartu tanda penduduk setiap pendukung.
(2) Seorang Pemilih tidak dibolehkan memberikan dukungan kepada lebih dari 1 (satu) orang bakal calon anggota DPD.
(3) Dalam hal ditemukan bukti adanya data palsu atau data yang sengaja digandakan oleh bakal calon anggota DPD terkait dengan dokumen persyaratan dukungan minimal pemilih, bakal calon anggota DPD dikenai pengurangan jumlah dukungan minimal Pemilih sebanyak 50 (lima puluh) kali temuan bukti data palsu atau data yang digandakan.
Pasal 554
Dalam hal Penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal 518, Pasal 520, Pasal 523, Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1),
Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Penyelenggara Pemilu Ancaman Pidana menjadi Penjara Paling Lama 8 Tahun dan denda paling banyak Rp. 96.000.000 (Sembilan Puluh Enam Juta Rupiah)
Setiap anggota KPU, KPU Provinsi, dan/atau KPU Kabupaten/Kota yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan/atau Bawaslu Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (3) dan/atau pelaksanaan verifikasi kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 251 ayat (3) dan Pasal 261 ayat (3) dan/atau pelaksanaan verifikasi kelengkapan administrasi bakal calon Presiden dan Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
(1) Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, melakukan pengawasan atas pelaksanaan verifikasi kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang dilakukan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
(2) Dalam hal pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menemukan unsur kesengajaan atau kelalaian anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota berakibat merugikan bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, maka Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota menyampaikan temuan dan hasil kajian kepada KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
(3) KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti temuan dan hasil kajian Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Dalam hal Penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal 518, Pasal 520, Pasal 523, Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1), Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 520
Setiap orang yang dengan sengaja membuat surat atau dokumen palsu dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang memakai, atau setiap orang yang dengan sengaja memakai surat atau dokumen palsu untuk menjadi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, untuk menjadi Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 254 dan Pasal 260 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Dalam hal ditemukan dugaan telah terjadi pemalsuan dokumen atau penggunaan dokumen palsu dalam persyaratan administrasi bakal calon dan/atau calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menindaklanjutinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(1) Persyaratan dukungan minimal Pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 183 ayat (1) dibuktikan dengan daftar dukungan yang dibubuhi tanda tangan atau cap jempol jari tangan dan dilengkapi fotokopi kartu tanda penduduk setiap pendukung.
(2) Seorang Pemilih tidak dibolehkan memberikan dukungan kepada lebih dari 1 (satu) orang bakal calon anggota DPD.
(3) Dalam hal ditemukan bukti adanya data palsu atau data yang sengaja digandakan oleh bakal calon anggota DPD terkait dengan dokumen persyaratan dukungan minimal pemilih, bakal calon anggota DPD dikenai pengurangan jumlah dukungan minimal Pemilih sebanyak 50 (lima puluh) kali temuan bukti data palsu atau data yang digandakan.
Pasal 554
Dalam hal Penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal 518, Pasal 520, Pasal 523, Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1),
Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Penyelenggara Pemilu Ancaman Pidana menjadi Penjara Paling Lama 8 Tahun dan denda paling banyak Rp. 96.000.000 (Sembilan Puluh Enam Juta Rupiah)
Setiap anggota KPU, KPU Provinsi, dan/atau KPU Kabupaten/Kota yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan/atau Bawaslu Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (3) dan/atau pelaksanaan verifikasi kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 251 ayat (3) dan Pasal 261 ayat (3) dan/atau pelaksanaan verifikasi kelengkapan administrasi bakal calon Presiden dan Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
(1) Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota melakukan pengawasan atas pelaksanaan verifikasi kelengkapan persyaratan administrasi bakal calon anggota DPD yang dilakukan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
(2) Dalam hal pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menemukan unsur kesengajaan atau kelalaian anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota berakibat merugikan atau menguntungkan bakal calon anggota DPD, maka Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota menyampaikan temuan kepada KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
(3) Temuan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib ditindaklanjuti oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
Dalam hal Penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal 518, Pasal 520, Pasal 523, Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1), Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 519
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan seseorang, dengan memaksa, dengan menjanjikan atau dengan memberikan uang atau materi lainnya untuk memperoleh dukungan bagi pencalonan anggota DPD dalam Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 183 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
(1) Persyaratan dukungan minimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 huruf p meliputi:
a. provinsi dengan jumlah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih tetap sampai dengan 1.000.000 (satu juta) orang harus mendapatkan dukungan paling sedikit 1.000 (seribu) Pemilih;
b. provinsi dengan jumlah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih tetap lebih dari 1.000.000 (satu juta) sampai dengan 5.000.000 (lima juta) orang harus mendapatkan dukungan paling sedikit 2.000 (dua ribu) Pemilih;
c. provinsi dengan jumlah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih tetap lebih dari 5.000.000 (lima juta) sampai dengan 10.000.000 (sepuluh juta) orang harus mendapatkan dukungan paling sedikit 3.000 (tiga ribu) Pemilih;
d. provinsi dengan jumlah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih tetap lebih dari 10.000.000 (sepuluh juta) sampai dengan 15.000.000 (lima belas juta) orang harus mendapatkan dukungan paling sedikit 4.000 (empat ribu) Pemilih;
e. provinsi dengan jumlah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih tetap lebih dari 15.000.000 (lima belas juta) orang harus mendapatkan dukungan paling sedikit 5.000 (lima ribu) Pemilih.
(2) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebar di paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan.
(3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuktikan dengan daftar dukungan yang dibubuhi tanda tangan atau cap jempol jari tangan dan dilengkapi fotokopi kartu tanda penduduk setiap pendukung.
(4) Seorang pendukung tidak dibolehkan memberikan dukungan kepada lebih dari 1 (satu) orang calon anggota DPD serta melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan seseorang dengan memaksa, dengan menjanjikan atau dengan memberikan uang atau materi lainnya untuk memperoleh dukungan bagi pencalonan anggota DPD dalam Pemilu.
(5) Dukungan yang diberikan kepada lebih dari 1 (satu) orang calon anggota DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dinyatakan batal.
(6) Jadwal waktu pendaftaran Peserta Pemilu anggota DPD ditetapkan oleh KPU.
Pasal 520
Setiap orang yang dengan sengaja membuat surat atau dokumen palsu dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang memakai, atau setiap orang yang dengan sengaja memakai surat atau dokumen palsu untuk menjadi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, untuk menjadi Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 254 dan Pasal 260 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(1) Persyaratan dukungan minimal Pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 183 ayat (1) dibuktikan dengan daftar dukungan yang dibubuhi tanda tangan atau cap jempol jari tangan dan dilengkapi fotokopi kartu tanda penduduk setiap pendukung.
(2) Seorang Pemilih tidak dibolehkan memberikan dukungan kepada lebih dari 1 (satu) orang bakal calon anggota DPD.
(3) Dalam hal ditemukan bukti adanya data palsu atau data yang sengaja digandakan oleh bakal calon anggota DPD terkait dengan dokumen persyaratan dukungan minimal pemilih, bakal calon anggota DPD dikenai pengurangan jumlah dukungan minimal Pemilih sebanyak 50 (lima puluh) kali temuan bukti data palsu atau data yang digandakan.
(1) Persyaratan dukungan minimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 huruf p meliputi:
a. provinsi dengan jumlah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih tetap sampai dengan 1.000.000 (satu juta) orang harus mendapatkan dukungan paling sedikit 1.000 (seribu) Pemilih;
b. provinsi dengan jumlah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih tetap lebih dari 1.000.000 (satu juta) sampai dengan 5.000.000 (lima juta) orang harus mendapatkan dukungan paling sedikit 2.000 (dua ribu) Pemilih;
c. provinsi dengan jumlah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih tetap lebih dari 5.000.000 (lima juta) sampai dengan 10.000.000 (sepuluh juta) orang harus mendapatkan dukungan paling sedikit 3.000 (tiga ribu) Pemilih;
d. provinsi dengan jumlah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih tetap lebih dari 10.000.000 (sepuluh juta) sampai dengan 15.000.000 (lima belas juta) orang harus mendapatkan dukungan paling sedikit 4.000 (empat ribu) Pemilih;
e. provinsi dengan jumlah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih tetap lebih dari 15.000.000 (lima belas juta) orang harus mendapatkan dukungan paling sedikit 5.000 (lima ribu) Pemilih.
(2) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebar di paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan.
(3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuktikan dengan daftar dukungan yang dibubuhi tanda tangan atau cap jempol jari tangan dan dilengkapi fotokopi kartu tanda penduduk setiap pendukung.
(4) Seorang pendukung tidak dibolehkan memberikan dukungan kepada lebih dari 1 (satu) orang calon anggota DPD serta melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan seseorang dengan memaksa, dengan menjanjikan atau dengan memberikan uang atau materi lainnya untuk memperoleh dukungan bagi pencalonan anggota DPD dalam Pemilu.
(5) Dukungan yang diberikan kepada lebih dari 1 (satu) orang calon anggota DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dinyatakan batal.
(6) Jadwal waktu pendaftaran Peserta Pemilu anggota DPD ditetapkan oleh KPU.
Pasal 554
Dalam hal Penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal 518, Pasal 520, Pasal 523, Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1),
Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Penyelenggara Pemilu Ancaman Pidana menjadi Penjara Paling Lama 8 Tahun dan denda paling banyak Rp. 96.000.000 (Sembilan Puluh Enam Juta Rupiah)
Pasal 490
Setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 546
Setiap anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan/atau PPLN yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 547
Setiap pejabat negara yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 491
Setiap orang yang mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya Kampanye Pemilu dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 554
Dalam hal Penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal 518, Pasal 520, Pasal 523, Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1),
Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Penyelenggara Pemilu Ancaman Pidana menjadi Penjara Paling Lama 1 Tahun 4 bulan dan denda paling banyak Rp. 16.000.000 (Enam Belas Juta Rupiah)
Pasal 495
(1) Pelaksana kampanye dan/atau peserta kampanye yang dengan sengaja mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye Pemilu di tingkat kelurahan/desa dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(2) Pelaksana kampanye dan/atau peserta kampanye yang karena kelalaiannya mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye Pemilu di tingkat kelurahan/desa dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
Pasal 492
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan Kampanye Pemilu di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk setiap Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(1) Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 275 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d dilaksanakan sejak 3 (tiga) hari setelah ditetapkan Daftar Calon Tetap anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD serta Pasangan Calon untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sampai dengan dimulainya Masa Tenang.
(2) Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 275 ayat (1) huruf f dan huruf g dilaksanakan selama 21 (dua puluh satu) hari dan berakhir sampai dengan dimulainya Masa Tenang.
(1) Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 267 dapat dilakukan melalui:
a. pertemuan terbatas;
b. pertemuan tatap muka;
c. penyebaran bahan Kampanye Pemilu kepada umum;
d. pemasangan alat peraga di tempat umum;
e. media sosial;
f. iklan media massa cetak, media massa elektronik, dan internet;
g. rapat umum;
h. debat Pasangan Calon tentang materi Kampanye Pasangan Calon; dan
i. kegiatan lain yang tidak melanggar larangan Kampanye Pemilu dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf f, dan huruf h difasilitasi KPU, yang dapat didanai oleh APBN.
(1) Kampanye Pemilu merupakan bagian dari pendidikan politik masyarakat dan dilaksanakan secara bertanggung jawab.
(2) Kampanye Pemilu dilaksanakan secara serentak antara Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan Kampanye Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Pasal 554
Dalam hal Penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal 518, Pasal 520, Pasal 523, Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1),
Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Penyelenggara Pemilu Ancaman Pidana menjadi Penjara Paling Lama 1 Tahun 4 Bulan dan denda paling banyak Rp. 16.000.000 (Enam Belas Juta Rupiah)
Pasal 524
(1) Anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, Sekretaris Jenderal KPU, pegawai Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU Provinsi, pegawai sekretariat KPU Provinsi, sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan/atau pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti dengan sengaja melakukan tindak pidana Pemilu dalam pelaksanaan Kampanye Pemilu dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
(2) Anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, Sekretaris Jenderal KPU, pegawai Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU Provinsi, pegawai sekretariat KPU Provinsi, sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan/atau pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti karena kelalaiannya melakukan tindak pidana Pemilu dalam pelaksanaan Kampanye Pemilu dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).
Pasal 521
Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, atau huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
(1) Pelaksana, peserta, dan tim Kampanye Pemilu dilarang:
a. mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau Peserta Pemilu yang lain;
d. menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat;
e. mengganggu ketertiban umum;
f. mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau Peserta Pemilu yang lain;
g. merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye Peserta Pemilu;
h. menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan;
i. membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda gambar dan/atau atribut Peserta Pemilu yang bersangkutan; dan
j. Menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta Kampanye Pemilu.
(2) Pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan Kampanye Pemilu dilarang mengikutsertakan:
a. Ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung, dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;
b. Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
c. gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia;
d. direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah;
e. pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural;
f. aparatur sipil negara;
g. anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
h. kepala desa;
i. perangkat desa;
j. anggota badan permusyawaratan desa; dan
k. Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih.
(3) Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang ikut serta sebagai pelaksana dan tim Kampanye Pemilu.
(4) Pelanggaran terhadap larangan ketentuan pada ayat (1) huruf c, huruf f, huruf g, huruf i, dan huruf j, dan ayat (2) merupakan tindak pidana Pemilu.
Pasal 523
(1) Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
(2) Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja pada Masa Tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada Pemilih secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah).
(3) Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 554
Dalam hal Penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal 518, Pasal 520, Pasal 523, Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1),
Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 493
Setiap pelaksana dan/atau tim Kampanye Pemilu yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(1) Pelaksana, peserta, dan tim Kampanye Pemilu dilarang:
a. mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau Peserta Pemilu yang lain;
d. menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat;
e. mengganggu ketertiban umum;
f. mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau Peserta Pemilu yang lain;
g. merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye Peserta Pemilu;
h. menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan;
i. membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda gambar dan/atau atribut Peserta Pemilu yang bersangkutan; dan
j. Menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta Kampanye Pemilu.
(2) Pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan Kampanye Pemilu dilarang mengikutsertakan:
a. Ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung, dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;
b. Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
c. gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia;
d. direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah;
e. pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural;
f. aparatur sipil negara;
g. anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
h. kepala desa;
i. perangkat desa;
j. anggota badan permusyawaratan desa; dan
k. Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih.
(3) Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang ikut serta sebagai pelaksana dan tim Kampanye Pemilu.
(4) Pelanggaran terhadap larangan ketentuan pada ayat (1) huruf c, huruf f, huruf g, huruf i, dan huruf j, dan ayat (2) merupakan tindak pidana Pemilu.
Pasal 494
Setiap aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, perangkat desa, dan/atau anggota badan permusyawaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 522
Setiap Ketua/Wakil Ketua/ketua muda/hakim agung/hakim konstitusi, hakim pada semua badan peradilan, Ketua/Wakil Ketua dan/atau anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan/atau deputi gubernur Bank Indonesia serta direksi, komisaris, dewan pengawas, dan/atau karyawan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
(1) Pelaksana, peserta, dan tim Kampanye Pemilu dilarang:
a. mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau Peserta Pemilu yang lain;
d. menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat;
e. mengganggu ketertiban umum;
f. mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau Peserta Pemilu yang lain;
g. merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye Peserta Pemilu;
h. menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan;
i. membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda gambar dan/atau atribut Peserta Pemilu yang bersangkutan; dan
j. Menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta Kampanye Pemilu.
(2) Pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan Kampanye Pemilu dilarang mengikutsertakan:
a. Ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung, dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;
b. Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
c. gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia;
d. direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah;
e. pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural;
f. aparatur sipil negara;
g. anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
h. kepala desa;
i. perangkat desa;
j. anggota badan permusyawaratan desa; dan
k. Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih.
(3) Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang ikut serta sebagai pelaksana dan tim Kampanye Pemilu.
(4) Pelanggaran terhadap larangan ketentuan pada ayat (1) huruf c, huruf f, huruf g, huruf i, dan huruf j, dan ayat (2) merupakan tindak pidana Pemilu.
Pasal 552
(1) Setiap calon Presiden atau Wakil Presiden yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah penetapan calon Presiden dan Wakil Presiden sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran pertama, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
(2) Pimpinan Partai Politik atau gabungan pimpinan Partai Politik yang dengan sengaja menarik calonnya dan/atau Pasangan Calon yang telah ditetapkan oleh KPU sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran pertama, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
Pasal 553
(1) Setiap calon Presiden atau Wakil Presiden yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah pemungutan suara putaran pertama sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran kedua, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
(2) Pimpinan Partai Politik atau gabungan pimpinan Partai Politik yang dengan sengaja menarik calonnya dan/atau Pasangan Calon yang telah ditetapkan oleh KPU sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran kedua, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Pasal 497
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 496
Peserta Pemilu yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 334 ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3) serta Pasal 335 ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(1) Pasangan Calon dan tim kampanye di tingkat pusat wajib memberikan laporan awal dana Kampanye Pemilu dan rekening khusus dana Kampanye Pasangan Calon dan tim kampanye kepada KPU paling lama 14 (empat belas) hari setelah Pasangan Calon ditetapkan sebagai Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden oleh KPU.
(2) Partai Politik Peserta Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sesuai dengan tingkatannya wajib memberikan laporan awal dana Kampanye Pemilu dan rekening khusus dana Kampanye Pemilu kepada KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum hari pertama jadwal pelaksanaan Kampanye Pemilu dalam bentuk rapat umum.
(3) Calon anggota DPD Peserta Pemilu wajib memberikan laporan awal dana Kampanye Pemilu dan rekening khusus dana Kampanye Pemilu kepada KPU melalui KPU Provinsi paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum hari pertama jadwal pelaksanaan Kampanye Pemilu dalam bentuk rapat umum.
(1) Laporan dana kampanye Pasangan Calon dan tim kampanye yang meliputi penerimaan dan pengeluaran wajib disampaikan kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh KPU paling lama 15 (lima belas) hari sesudah hari pemungutan suara.
(2) Laporan dana kampanye Partai Politik Peserta Pemilu yang meliputi penerimaan dan pengeluaran wajib disampaikan kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh KPU paling lama 15 (lima belas) hari sesudah hari pemungutan suara.
(3) Laporan dana kampanye calon anggota DPD Peserta Pemilu yang meliputi penerimaan dan pengeluaran wajib disampaikan kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh KPU paling lama 15 (lima belas) hari sesudah hari pemungutan suara.
(4) Laporan penerimaan dana Kampanye ke KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mencantumkan nama atau identitas penyumbang, alamat, dan nomor telepon yang dapat dihubungi.
(5) Kantor akuntan publik menyampaikan hasil audit kepada KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
(6) KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota memberitahukan hasil audit dana kampanye Peserta Pemilu masing-masing kepada Peserta Pemilu paling lama 7 (tujuh) hari setelah KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota menerima hasil audit dari kantor akuntan publik.
(7) KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota mengumumkan hasil pemeriksaan dana Kampanye Pemilu kepada publik paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah diterimanya laporan hasil pemeriksaan.
Pasal 496
Peserta Pemilu yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 334 ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3) serta Pasal 335 ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(1) Pasangan Calon dan tim kampanye di tingkat pusat wajib memberikan laporan awal dana Kampanye Pemilu dan rekening khusus dana Kampanye Pasangan Calon dan tim kampanye kepada KPU paling lama 14 (empat belas) hari setelah Pasangan Calon ditetapkan sebagai Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden oleh KPU.
(2) Partai Politik Peserta Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sesuai dengan tingkatannya wajib memberikan laporan awal dana Kampanye Pemilu dan rekening khusus dana Kampanye Pemilu kepada KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum hari pertama jadwal pelaksanaan Kampanye Pemilu dalam bentuk rapat umum.
(3) Calon anggota DPD Peserta Pemilu wajib memberikan laporan awal dana Kampanye Pemilu dan rekening khusus dana Kampanye Pemilu kepada KPU melalui KPU Provinsi paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum hari pertama jadwal pelaksanaan Kampanye Pemilu dalam bentuk rapat umum.
(1) Laporan dana kampanye Pasangan Calon dan tim kampanye yang meliputi penerimaan dan pengeluaran wajib disampaikan kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh KPU paling lama 15 (lima belas) hari sesudah hari pemungutan suara.
(2) Laporan dana kampanye Partai Politik Peserta Pemilu yang meliputi penerimaan dan pengeluaran wajib disampaikan kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh KPU paling lama 15 (lima belas) hari sesudah hari pemungutan suara.
(3) Laporan dana kampanye calon anggota DPD Peserta Pemilu yang meliputi penerimaan dan pengeluaran wajib disampaikan kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh KPU paling lama 15 (lima belas) hari sesudah hari pemungutan suara.
(4) Laporan penerimaan dana Kampanye ke KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mencantumkan nama atau identitas penyumbang, alamat, dan nomor telepon yang dapat dihubungi.
(5) Kantor akuntan publik menyampaikan hasil audit kepada KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
(6) KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota memberitahukan hasil audit dana kampanye Peserta Pemilu masing-masing kepada Peserta Pemilu paling lama 7 (tujuh) hari setelah KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota menerima hasil audit dari kantor akuntan publik.
(7) KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota mengumumkan hasil pemeriksaan dana Kampanye Pemilu kepada publik paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah diterimanya laporan hasil pemeriksaan.
Pasal 496
Peserta Pemilu yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 334 ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3) serta Pasal 335 ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(1) Pasangan Calon dan tim kampanye di tingkat pusat wajib memberikan laporan awal dana Kampanye Pemilu dan rekening khusus dana Kampanye Pasangan Calon dan tim kampanye kepada KPU paling lama 14 (empat belas) hari setelah Pasangan Calon ditetapkan sebagai Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden oleh KPU.
(2) Partai Politik Peserta Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sesuai dengan tingkatannya wajib memberikan laporan awal dana Kampanye Pemilu dan rekening khusus dana Kampanye Pemilu kepada KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum hari pertama jadwal pelaksanaan Kampanye Pemilu dalam bentuk rapat umum.
(3) Calon anggota DPD Peserta Pemilu wajib memberikan laporan awal dana Kampanye Pemilu dan rekening khusus dana Kampanye Pemilu kepada KPU melalui KPU Provinsi paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum hari pertama jadwal pelaksanaan Kampanye Pemilu dalam bentuk rapat umum.
(1) Laporan dana kampanye Pasangan Calon dan tim kampanye yang meliputi penerimaan dan pengeluaran wajib disampaikan kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh KPU paling lama 15 (lima belas) hari sesudah hari pemungutan suara.
(2) Laporan dana kampanye Partai Politik Peserta Pemilu yang meliputi penerimaan dan pengeluaran wajib disampaikan kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh KPU paling lama 15 (lima belas) hari sesudah hari pemungutan suara.
(3) Laporan dana kampanye calon anggota DPD Peserta Pemilu yang meliputi penerimaan dan pengeluaran wajib disampaikan kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh KPU paling lama 15 (lima belas) hari sesudah hari pemungutan suara.
(4) Laporan penerimaan dana Kampanye ke KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mencantumkan nama atau identitas penyumbang, alamat, dan nomor telepon yang dapat dihubungi.
(5) Kantor akuntan publik menyampaikan hasil audit kepada KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
(6) KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota memberitahukan hasil audit dana kampanye Peserta Pemilu masing-masing kepada Peserta Pemilu paling lama 7 (tujuh) hari setelah KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota menerima hasil audit dari kantor akuntan publik.
(7) KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota mengumumkan hasil pemeriksaan dana Kampanye Pemilu kepada publik paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah diterimanya laporan hasil pemeriksaan.
Pasal 525
(1) Setiap orang, kelompok, perusahan, dan/atau badan usaha nonpemerintah yang memberikan dana Kampanye Pemilu melebihi batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 327 ayat (1) dan Pasal 331 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap Peserta Pemilu yang menggunakan kelebihan sumbangan, tidak melaporkan kelebihan sumbangan kepada KPU, dan/atau tidak menyerahkan kelebihan sumbangan kepada kas negara paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa Kampanye Pemilu berakhir dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(1) Dana Kampanye yang berasal dari perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 326 tidak boleh melebihi Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
(2) Dana Kampanye yang berasal dari kelompok, perusahaan, atau badan usaha nonpemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 326 tidak boleh melebihi Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).
(3) Perseorangan, kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha nonpemerintah yang memberikan sumbangan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), harus melaporkan sumbangan tersebut kepada KPU.
(4) Pemberi sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus mencantumkan identitas yang jelas.
(Dana Kampanye yang berasal dari pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 325 ayat (2) huruf c berupa sumbangan yang sah menurut hukum dan bersifat tidak mengikat dan dapat berasal dari perseorangan, kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha nonpemerintah.
(1) Dana Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden menjadi tanggung jawab Pasangan Calon.
(2) Dana Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperoleh dari:
a. Pasangan Calon yang bersangkutan;
b. Partai Politik dan/atau Gabungan Partai Politik yang mengusulkan Pasangan Calon; dan
c. sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain.
(3) Selain didanai oleh dana kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dapat didanai dari APBN.
(4) Dana Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa uang, barang, dan/atau jasa.
(1) Dana Kampanye Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang berasal dari sumbangan pihak lain perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 330 tidak melebihi Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
(2) Dana Kampanye Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang berasal dari sumbangan pihak lain kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha nonpemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 330 tidak melebihi Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).
(3) Pemberi sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus mencantumkan identitas yang jelas.
Pasal 554
Dalam hal Penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal
518, Pasal 520, Pasal 523, Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1),
Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 525
(1) Setiap orang, kelompok, perusahan, dan/atau badan usaha nonpemerintah yang memberikan dana Kampanye Pemilu melebihi batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 327 ayat (1) dan Pasal 331 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap Peserta Pemilu yang menggunakan kelebihan sumbangan, tidak melaporkan kelebihan sumbangan kepada KPU, dan/atau tidak menyerahkan kelebihan sumbangan kepada kas negara paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa Kampanye Pemilu berakhir dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(1) Dana Kampanye yang berasal dari perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 326 tidak boleh melebihi Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
(2) Dana Kampanye yang berasal dari kelompok, perusahaan, atau badan usaha nonpemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 326 tidak boleh melebihi Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).
(3) Perseorangan, kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha nonpemerintah yang memberikan sumbangan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), harus melaporkan sumbangan tersebut kepada KPU.
(4) Pemberi sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus mencantumkan identitas yang jelas.
(Dana Kampanye yang berasal dari pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 325 ayat (2) huruf c berupa sumbangan yang sah menurut hukum dan bersifat tidak mengikat dan dapat berasal dari perseorangan, kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha nonpemerintah.
(1) Dana Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden menjadi tanggung jawab Pasangan Calon.
(2) Dana Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperoleh dari:
a. Pasangan Calon yang bersangkutan;
b. Partai Politik dan/atau Gabungan Partai Politik yang mengusulkan Pasangan Calon; dan
c. sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain.
(3) Selain didanai oleh dana kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dapat didanai dari APBN.
(4) Dana Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa uang, barang, dan/atau jasa.
(1) Dana Kampanye Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang berasal dari sumbangan pihak lain perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 330 tidak melebihi Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
(2) Dana Kampanye Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang berasal dari sumbangan pihak lain kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha nonpemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 330 tidak melebihi Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).
(3) Pemberi sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus mencantumkan identitas yang jelas.
Dana Kampanye Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang bersumber dari sumbangan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 329 ayat (2) huruf c bersifat tidak mengikat dan dapat berasal dari perseorangan, kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha nonpemerintah.
(1) Kegiatan Kampanye Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota didanai dan menjadi tanggung jawab Partai Politik Peserta Pemilu masing-masing.
(2) Dana Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari:
a. partai politik;
b. calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari partai politik yang bersangkutan; dan
c. sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain.
(3) Dana Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa uang, barang dan/atau jasa.
(4) Dana Kampanye Pemilu berupa uang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditempatkan pada rekening khusus dana kampanye Partai Politik Peserta Pemilu pada bank.
(5) Dana Kampanye Pemilu berupa sumbangan dalam bentuk barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicatat berdasarkan harga pasar yang wajar pada saat sumbangan itu diterima.
(6) Dana Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicatat dalam pembukuan penerimaan dan pengeluaran khusus dana Kampanye Pemilu yang terpisah dari pembukuan keuangan partai politik.
(7) Pembukuan dana Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dimulai sejak 3 (tiga) hari setelah partai politik ditetapkan sebagai Peserta Pemilu dan ditutup 7 (tujuh) hari sebelum penyampaian laporan penerimaan dan pengeluaran dana Kampanye Pemilu kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk KPU.
Pasal 554
Dalam hal Penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal
518, Pasal 520, Pasal 523, Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1),
Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 526
(1) Setiap orang, kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha nonpemerintah yang memberikan dana Kampanye Pemilu melebihi batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 333 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap Peserta Pemilu yang menggunakan kelebihan sumbangan, tidak melaporkan kelebihan sumbangan kepada KPU, dan/atau tidak menyerahkan kelebihan sumbangan kepada kas negara paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa Kampanye Pemilu berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 333 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(1) Dana Kampanye Pemilu calon anggota DPD yang berasal dari sumbangan pihak lain perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 332 ayat (2) huruf b tidak melebihi Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
(2) Dana Kampanye Pemilu calon anggota DPD yang berasal dari sumbangan pihak lain kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha nonpemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 332 ayat (2) huruf b tidak melebihi Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
(3) Pemberi sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus mencantumkan identitas yang jelas.
(1) Kegiatan Kampanye Pemilu anggota DPD didanai dan menjadi tanggung jawab calon anggota DPD masing-masing.
(2) Dana Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari:
a. calon anggota DPD yang bersangkutan; dan
b. sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain.
(3) Dana Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa uang, barang, dan/atau jasa.
(4) Dana Kampanye Pemilu berupa uang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditempatkan pada rekening khusus dana Kampanye Pemilu calon anggota DPD yang bersangkutan pada bank.
(5) Dana Kampanye Pemilu berupa sumbangan dalam bentuk barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicatat berdasarkan harga pasar yang wajar pada saat sumbangan itu diterima.
(6) Dana Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicatat dalam pembukuan penerimaan dan pengeluaran khusus dana Kampanye Pemilu yang terpisah dari pembukuan keuangan pribadi calon anggota DPD yang bersangkutan.
(7) Pembukuan dana Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dimulai sejak 3 (tiga) hari setelah calon anggota DPD ditetapkan sebagai Peserta Pemilu dan ditutup 7 (tujuh) hari sebelum penyampaian laporan penerimaan dan pengeluaran dana Kampanye Pemilu kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk KPU.
Pasal 554
Dalam hal Penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal
518, Pasal 520, Pasal 523, Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1),
Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 525
(1) Setiap orang, kelompok, perusahan, dan/atau badan usaha nonpemerintah yang memberikan dana Kampanye Pemilu melebihi batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 327 ayat (1) dan Pasal 331 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap Peserta Pemilu yang menggunakan kelebihan sumbangan, tidak melaporkan kelebihan sumbangan kepada KPU, dan/atau tidak menyerahkan kelebihan sumbangan kepada kas negara paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa Kampanye Pemilu berakhir dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(1) Dana Kampanye yang berasal dari perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 326 tidak boleh melebihi Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
(2) Dana Kampanye yang berasal dari kelompok, perusahaan, atau badan usaha nonpemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 326 tidak boleh melebihi Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).
(3) Perseorangan, kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha nonpemerintah yang memberikan sumbangan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), harus melaporkan sumbangan tersebut kepada KPU.
(4) Pemberi sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus mencantumkan identitas yang jelas.
(1) Dana Kampanye Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang berasal dari sumbangan pihak lain perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 330 tidak melebihi Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
(2) Dana Kampanye Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang berasal dari sumbangan pihak lain kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha nonpemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 330 tidak melebihi Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).
(3) Pemberi sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus mencantumkan identitas yang jelas.
Pasal 527
Peserta Pemilu yang terbukti menerima sumbangan dana Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 339 ayat
(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
(1) Peserta Pemilu, pelaksana kampanye, dan tim kampanye dilarang menerima sumbangan dana Kampanye Pemilu yang berasal dari:
a. pihak asing;
b. penyumbang yang tidak jelas identitasnya;
c. hasil tindak pidana yang telah terbukti berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan/atau bertujuan menyembunyikan atau menyamarkan hasil tindak pidana;
d. Pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah; atau
e. pemerintah desa dan badan usaha milik desa.
(2) Peserta Pemilu, pelaksana kampanye, dan tim kampanye yang menerima sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menggunakan dana tersebut dan wajib melaporkannya kepada KPU dan menyerahkan sumbangan tersebut kepada kas negara paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa Kampanye Pemilu berakhir.
(3) Peserta Pemilu, pelaksana kampanye, dan tim kampanye yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
(4) Setiap orang dilarang menggunakan anggaran pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah (BUMD), Pemerintah Desa atau sebutan lain dan badan usaha milik desa untuk disumbangkan atau diberikan kepada pelaksana kampanye.
Pasal 528
(1) Peserta Pemilu yang menerima sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 339 ayat (2) dan tidak melaporkan kepada KPU dan/atau tidak menyetorkan ke kas negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda sebanyak 3 (tiga) kali dari jumlah sumbangan yang diterima.
(2) Pelaksana dan tim kampanye yang menggunakan dana dari sumbangan yang dilarang dan/atau tidak melaporkan dan/atau tidak menyetorkan ke kas negara sesuai batas waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 339 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda sebanyak 3 (tiga) kali dari jumlah sumbangan yang diterima.
(1) Peserta Pemilu, pelaksana kampanye, dan tim kampanye dilarang menerima sumbangan dana Kampanye Pemilu yang berasal dari:
a. pihak asing;
b. penyumbang yang tidak jelas identitasnya;
c. hasil tindak pidana yang telah terbukti berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan/atau bertujuan menyembunyikan atau menyamarkan hasil tindak pidana;
d. Pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah; atau
e. pemerintah desa dan badan usaha milik desa.
(2) Peserta Pemilu, pelaksana kampanye, dan tim kampanye yang menerima sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menggunakan dana tersebut dan wajib melaporkannya kepada KPU dan menyerahkan sumbangan tersebut kepada kas negara paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa Kampanye Pemilu berakhir.
(3) Peserta Pemilu, pelaksana kampanye, dan tim kampanye yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
(4) Setiap orang dilarang menggunakan anggaran pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah (BUMD), Pemerintah Desa atau sebutan lain dan badan usaha milik desa untuk disumbangkan atau diberikan kepada pelaksana kampanye.
Pasal 525
(1) Setiap orang, kelompok, perusahan, dan/atau badan usaha nonpemerintah yang memberikan dana Kampanye Pemilu melebihi batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 327 ayat (1) dan Pasal 331 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap Peserta Pemilu yang menggunakan kelebihan sumbangan, tidak melaporkan kelebihan sumbangan kepada KPU, dan/atau tidak menyerahkan kelebihan sumbangan kepada kas negara paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa Kampanye Pemilu berakhir dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 548
Setiap orang yang menggunakan anggaran pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah (BUMD), Pemerintah Desa atau sebutan lain dan badan usaha milik desa untuk disumbangkan atau diberikan kepada pelaksana kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 339 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(1) Peserta Pemilu, pelaksana kampanye, dan tim kampanye dilarang menerima sumbangan dana Kampanye Pemilu yang berasal dari:
a. pihak asing;
b. penyumbang yang tidak jelas identitasnya;
c. hasil tindak pidana yang telah terbukti berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan/atau bertujuan menyembunyikan atau menyamarkan hasil tindak pidana;
d. Pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah; atau
e. pemerintah desa dan badan usaha milik desa.
(2) Peserta Pemilu, pelaksana kampanye, dan tim kampanye yang menerima sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menggunakan dana tersebut dan wajib melaporkannya kepada KPU dan menyerahkan sumbangan tersebut kepada kas negara paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa Kampanye Pemilu berakhir.
(3) Peserta Pemilu, pelaksana kampanye, dan tim kampanye yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
(4) Setiap orang dilarang menggunakan anggaran pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah (BUMD), Pemerintah Desa atau sebutan lain dan badan usaha milik desa untuk disumbangkan atau diberikan kepada pelaksana kampanye.
Pasal 509
Setiap orang yang mengumumkan hasil survei atau jajak pendapat tentang Pemilu dalam Masa Tenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 449 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(1) Partisipasi masyarakat dalam bentuk sosialisasi Pemilu, pendidikan politik bagi Pemilih, survei atau jajak pendapat tentang Pemilu, serta penghitungan cepat hasil Pemilu wajib mengikuti ketentuan yang diatur oleh KPU.
(2) Pengumuman hasil survei atau jajak pendapat tentang Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang dilakukan pada Masa Tenang.
(3) Pelaksana kegiatan penghitungan cepat hasil Pemilu wajib mendaftarkan diri kepada KPU paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum hari pemungutan suara.
(4) Pelaksana kegiatan penghitungan cepat wajib memberitahukan sumber dana, metodologi yang digunakan, dan hasil penghitungan cepat yang dilakukannya bukan merupakan hasil resmi Penyelenggara Pemilu.
(5) Pengumuman prakiraan hasil penghitungan cepat Pemilu hanya boleh dilakukan paling cepat 2 (dua) jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat.
(6) Pelanggaran terhadap ketentuan ayat (2), ayat (4), dan ayat (5) merupakan tindak pidana Pemilu.
Pasal 554
Dalam hal Penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal 518, Pasal 520, Pasal 523, Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1),
Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Penyelenggara Pemilu Ancaman Pidana menjadi Penjara Paling Lama 1 Tahun 4 bulan dan denda paling banyak Rp. 16.000.000 (Enam Belas Juta Rupiah)
Pasal 523
(1) Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
(2) Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja pada Masa Tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada Pemilih secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah).
(3) Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
(1) Masa Tenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 berlangsung selama 3 (tiga) hari sebelum hari pemungutan suara.
(2) Selama Masa Tenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276, pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilarang menjanjikan atau memberikan imbalan kepada Pemilih untuk:
a. tidak menggunakan hak pilihnya;
b. memilih Pasangan Calon;
c. memilih Partai Politik Peserta Pemilu tertentu;
d. memilih calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota tertentu; dan/atau
e. memilih calon anggota DPD tertentu.
Pasal 554
Dalam hal Penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal 518, Pasal 520, Pasal 523,Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1),
Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Penyelenggara Pemilu Ancaman Pidana menjadi Penjara Paling Lama 4 Tahun dan denda paling banyak Rp. 48.000.000 (Empaat Puluh Delapan Juta Rupiah)
Pasal 552
(1) Setiap calon Presiden atau Wakil Presiden yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah penetapan calon Presiden dan Wakil Presiden sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran pertama, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
(2) Pimpinan Partai Politik atau gabungan pimpinan Partai Politik yang dengan sengaja menarik calonnya dan/atau Pasangan Calon yang telah ditetapkan oleh KPU sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran pertama, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
Pasal 514
Ketua KPU yang dengan sengaja menetapkan jumlah surat suara yang dicetak melebihi jumlah yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 344 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah).
(1) Pengadaan surat suara dilakukan di dalam negeri dengan mengutamakan kapasitas cetak yang sesuai dengan kebutuhan surat suara dan hasil cetak yang berkualitas baik.
(2) Jumlah surat suara yang dicetak sama dengan jumlah Pemilih tetap ditambah dengan 2% (dua persen) dari jumlah Pemilih tetap sebagai cadangan, yang ditetapkan dengan keputusan KPU.
(3) Selain menetapkan pencetakan surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KPU menetapkan besarnya jumlah surat suara untuk pelaksanaan pemungutan suara ulang.
(4) Jumlah surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh KPU untuk setiap daerah pemilihan sebanyak 1.000 (seribu) surat suara pemungutan suara ulang yang diberi tanda khusus, masing-masing surat suara untuk Pasangan Calon, anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Pasal 529
Setiap perusahaan pencetak surat suara yang dengan sengaja mencetak surat suara melebihi jumlah yang ditetapkan oleh KPU untuk kepentingan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 345 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(1) Untuk kepentingan tertentu, perusahaan pencetak surat suara dilarang mencetak surat suara lebih dari jumlah yang ditetapkan oleh KPU.
(2) Perusahaan pencetak surat suara wajib menjaga kerahasiaan, keamanan, dan keutuhan surat suara.
(3) KPU meminta bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk mengamankan surat suara selama proses pencetakan berlangsung, menyimpan, dan mendistribusikannya ke tempat tujuan.
(4) KPU memverifikasi jumlah dan kualitas surat suara yang telah dicetak, jumlah yang sudah dikirim, dan/atau jumlah yang masih tersimpan dengan membuat berita acara yang ditandatangani oleh pihak percetakan dan petugas KPU.
(5) KPU mengawasi dan mengamankan desain dan plat cetak yang digunakan untuk membuat surat suara sebelum dan sesudah digunakan, serta menyegel dan menyimpannya.
(6) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan pengamanan terhadap pencetakan, penghitungan, penyimpanan, pengepakan, dan pendistribusian surat suara ke tempat tujuan diatur dengan Peraturan KPU.
Pasal 530
Setiap perusahaan pencetak surat suara yang tidak menjaga kerahasiaan, keamanan, dan keutuhan surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 345 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(1) Untuk kepentingan tertentu, perusahaan pencetak surat suara dilarang mencetak surat suara lebih dari jumlah yang ditetapkan oleh KPU.
(2) Perusahaan pencetak surat suara wajib menjaga kerahasiaan, keamanan, dan keutuhan surat suara.
(3) KPU meminta bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk mengamankan surat suara selama proses pencetakan berlangsung, menyimpan, dan mendistribusikannya ke tempat tujuan.
(4) KPU memverifikasi jumlah dan kualitas surat suara yang telah dicetak, jumlah yang sudah dikirim, dan/atau jumlah yang masih tersimpan dengan membuat berita acara yang ditandatangani oleh pihak percetakan dan petugas KPU.
(5) KPU mengawasi dan mengamankan desain dan plat cetak yang digunakan untuk membuat surat suara sebelum dan sesudah digunakan, serta menyegel dan menyimpannya.
(6) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan pengamanan terhadap pencetakan, penghitungan, penyimpanan, pengepakan, dan pendistribusian surat suara ke tempat tujuan diatur dengan Peraturan KPU.
Pasal 488
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar Pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Setiap orang dilarang memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar Pemilih.
Pasal 554
Dalam hal Penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal 518, Pasal 520, Pasal 523,Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1),
Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Penyelenggara Pemilu Ancaman Pidana menjadi Penjara Paling Lama 1 Tahun 4 Bulan dan denda paling banyak Rp. 16.000.000 (Enam Belas Juta Rupiah)
Pasal 510
Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 554
Dalam hal Penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal 518, Pasal 520, Pasal 523,Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1), Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Penyelenggara Pemilu Ancaman Pidana menjadi Penjara Paling Lama 2 Tahun 8 Bulan dan denda paling banyak Rp. 32.000.000 (Tiga Puluh Dua Juta Rupiah)
Pasal 498Seorang majikan/atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja/karyawan untuk memberikan suaranya pada hari pemungutan suara, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 499Setiap anggota KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak memberikan surat suara pengganti hanya 1 (satu) kali kepada Pemilih yang menerima surat suara yang rusak dan tidak mencatat surat suara yang rusak dalam berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 355 ayat (2) dan Pasal 363 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(1) Dalam memberikan suara, Pemilih diberi kesempatan oleh KPPS berdasarkan prinsip urutan kehadiran Pemilih.
(2) Apabila Pemilih menerima surat suara yang ternyata rusak, Pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada KPPS dan KPPS wajib memberikan surat suara pengganti hanya 1 (satu) kali dan mencatat surat suara yang rusak dalam berita acara.
(3) Apabila terdapat kekeliruan dalam memberikan suara, Pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada KPPS dan KPPS hanya memberikan surat suara pengganti 1 (satu) kali.
(1) Dalam memberikan suara, Pemilih diberi kesempatan oleh KPPSLN berdasarkan prinsip urutan kehadiran Pemilih.
(2) Apabila Pemilih menerima surat suara yang ternyata rusak, Pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada KPPSLN dan KPPSLN wajib memberikan surat suara pengganti hanya 1 (satu) kali dan mencatat surat suara yang rusak dalam berita acara.
(3) Apabila terdapat kekeliruan dalam memberikan suara, Pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada KPPSLN dan KPPSLN hanya memberikan surat suara pengganti 1 (satu) kali.
Pasal 531
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan, dan/atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara, atau menggagalkan pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 554
Dalam hal Penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal 518, Pasal 520, Pasal 523,Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1), Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Penyelenggara Pemilu Ancaman Pidana menjadi Penjara Paling Lama 2 Tahun 8 Bulan dan denda paling banyak Rp. 32.000.000 (Tiga Puluh Dua Juta Rupiah)
Pasal 500
Setiap orang yang membantu Pemilih yang dengan sengaja memberitahukan pilihan Pemilih kepada orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 364 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(1) Pemilih disabilitas netra, disabilitas fisik, dan yang mempunyai halangan fisik lainnya pada saat memberikan suaranya di TPSLN dapat dibantu oleh orang lain atas permintaan pemilih.
(2) Orang lain yang membantu Pemilih dalam memberikan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib merahasiakan pilihan Pemilih.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian bantuan kepada Pemilih diatur dengan Peraturan KPU.
Pasal 554
Dalam hal Penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal 518, Pasal 520, Pasal 523,Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1), Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Penyelenggara Pemilu Ancaman Pidana menjadi Penjara Paling Lama 1 Tahun 4 Bulan dan denda paling banyak Rp. 16.000.000 (Enam Belas Juta Rupiah)
Pasal 510 Ayat 3
Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 554
Dalam hal Penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal 518, Pasal 520, Pasal 523,Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1), Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Penyelenggara Pemilu Ancaman Pidana menjadi Penjara Paling Lama 4 Tahun dan denda paling banyak Rp. 48.000.000 (Empat Puluh Delapan Juta Rupiah)
Pasal 515
Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 517
Setiap orang yang dengan sengaja pada waktu pemungutan suara memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu TPS/TPSLN atau lebih, dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).
Pasal 533
Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara mengaku dirinya sebagai orang lain dan/atau memberikan suaranya lebih dari 1 (satu) kali di 1 (satu) TPS atau lebih dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).
Pasal 554
Dalam hal Penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal 518, Pasal 520, Pasal 523,Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1), Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Penyelenggara Pemilu Ancaman Pidana menjadi Penjara Paling Lama 2 Tahun dan denda paling banyak Rp. 24.000.000 (Dua Puluh Empat Juta Rupiah)
Pasal 517
Setiap orang yang dengan sengaja menggagalkan pemungutan suara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
Pasal 531
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan, dan/atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara, atau menggagalkan pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 554
Dalam hal Penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal 518, Pasal 520, Pasal 523,Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1), Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Penyelenggara Pemilu Ancaman Pidana menjadi Penjara Paling Lama 2 Tahun 8 Bulan dan denda paling banyak Rp. 32.000.000 (Tiga Puluh Dua Juta Rupiah)
Pasal 549
Dalam hal KPU kabupaten/kota tidak menetapkan pemungutan suara ulang di TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 373 ayat
(3) sementara persyaratan dalam Undang-Undang ini telah terpenuhi, anggota KPU kabupaten/kota dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 501
Setiap anggota KPPS yang dengan sengaja tidak melaksanakan keputusan KPU Kabupaten/Kota untuk pemungutan suara ulang di TPS dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 502
Ketua dan anggota KPPS yang dengan sengaja tidak melaksanakan ketetapan KPU Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pemungutan suara ulang di TPS, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 537
Setiap anggota KPPS/KPPSLN yang tidak menjaga, mengamankan keutuhan kotak suara, dan menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPS atau kepada PPLN bagi KPPSLN pada hari yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 390 ayat (4) dan ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).
(1) KPPS/KPPSLN mengumumkan hasil penghitungan suara di TPS/TPSLN.
(2) KPPS wajib memberikan 1 (satu) eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi Peserta Pemilu, Pengawas TPS, PPS, dan PPK melalui PPS pada hari yang sama.
(3) KPPSLN wajib memberikan 1 (satu) eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi Peserta Pemilu, Panwaslu LN dan PPLN pada hari yang sama.
(4) KPPS/KPPSLN wajib menyegel, menjaga, dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah penghitungan suara.
(5) KPPS/KPPSLN wajib menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan suara serta sertifikat hasil penghitungan perolehan suara kepada PPS atau kepada PPLN bagi KPPSLN pada hari yang sama.
(6) Penyerahan kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan dan penghitungan suara, serta sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib diawasi oleh Pengawas TPS beserta Panwaslu Kelurahan/Desa dan wajib dilaporkan kepada Panwaslu Kecamatan.
(7) Penyerahan kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPK wajib diawasi oleh Panwaslu Kecamatan dan wajib dilaporkan kepada Bawaslu Kabupaten/Kota.
Pasal 507
(1) Setiap Panwaslu Kelurahan/Desa yang tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel dari PPS kepada PPK dan tidak melaporkan kepada Panwaslu Kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 390 ayat (6) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(1) KPPS/KPPSLN mengumumkan hasil penghitungan suara di TPS/TPSLN.
(2) KPPS wajib memberikan 1 (satu) eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi Peserta Pemilu, Pengawas TPS, PPS, dan PPK melalui PPS pada hari yang sama.
(3) KPPSLN wajib memberikan 1 (satu) eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi Peserta Pemilu, Panwaslu LN dan PPLN pada hari yang sama.
(4) KPPS/KPPSLN wajib menyegel, menjaga, dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah penghitungan suara.
(5) KPPS/KPPSLN wajib menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan suara serta sertifikat hasil penghitungan perolehan suara kepada PPS atau kepada PPLN bagi KPPSLN pada hari yang sama.
(6) Penyerahan kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan dan penghitungan suara, serta sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib diawasi oleh Pengawas TPS beserta Panwaslu Kelurahan/Desa dan wajib dilaporkan kepada Panwaslu Kecamatan.
(7) Penyerahan kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPK wajib diawasi oleh Panwaslu Kecamatan dan wajib dilaporkan kepada Bawaslu Kabupaten/Kota.
Pasal 532
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang Pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah).
Pasal 554
Dalam hal Penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal 518, Pasal 520, Pasal 523,Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1),Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Penyelenggara Pemilu Ancaman Pidana menjadi Penjara Paling Lama 5 Tahun 4 Bulan dan denda paling banyak Rp. 64.000.000 (Enam Puluh Empat Juta Rupiah)
Pasal 504
Setiap orang yang karena kelalaiannya menyebabkan rusak atau hilangnya berita acara pemungutan dan penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 389 ayat (4) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(1) Hasil penghitungan suara di TPS/TPSLN dituangkan ke dalam berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta ke dalam sertifikat hasil penghitungan suara Pemilu dengan menggunakan format yang diatur dalam Peraturan KPU.
(2) Berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh semua anggota KPPS/KPPSLN dan saksi Peserta Pemilu yang hadir.
(3) Dalam hal terdapat anggota KPPS/KPPSLN dan saksi Peserta Pemilu yang hadir tidak menandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara ditandatangani oleh anggota KPPS/KPPSLN dan saksi Peserta Pemilu yang hadir dan bersedia menandatangani.
(4) Berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara yang telah ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib disimpan sebagai dokumen negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 554
Dalam hal Penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal 518, Pasal 520, Pasal 523,Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1),Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Penyelenggara Pemilu Ancaman Pidana menjadi Penjara Paling Lama 1 Tahun 4 Bulan dan denda paling banyak Rp. 16.000.000 (Enam Belas Juta Rupiah)
Pasal 534
Setiap orang yang dengan sengaja merusak atau menghilangkan hasil pemungutan suara yang sudah disegel dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 554
Dalam hal Penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal 518, Pasal 520, Pasal 523,Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1),Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Penyelenggara Pemilu Ancaman Pidana menjadi Penjara Paling Lama 4 Tahun 4 dan denda paling banyak Rp. 48.000.000 (Empat Puluh Delapan Juta Rupiah)
Pasal 535
Setiap orang yang dengan sengaja mengubah, merusak, dan/atau menghilangkan berita acara pemungutan dan penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 398 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
(1) Hasil penghitungan suara di TPS/TPSLN dituangkan ke dalam berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta ke dalam sertifikat hasil penghitungan suara Pemilu dengan menggunakan format yang diatur dalam Peraturan KPU.
(2) Berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh semua anggota KPPS/KPPSLN dan saksi Peserta Pemilu yang hadir.
(3) Dalam hal terdapat anggota KPPS/KPPSLN dan saksi Peserta Pemilu yang hadir tidak menandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara ditandatangani oleh anggota KPPS/KPPSLN dan saksi Peserta Pemilu yang hadir dan bersedia menandatangani.
(4) Berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara yang telah ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib disimpan sebagai dokumen negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(1) KPU Kabupaten/Kota membuat berita acara penerimaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Peserta Pemilu dari PPK.
(2) KPU Kabupaten/Kota melakukan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rapat yang dihadiri saksi Peserta Pemilu dan Bawaslu Kabupaten/Kota.
(3) KPU Kabupaten/Kota membuat berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Peserta Pemilu.
(4) KPU Kabupaten/Kota mengumumkan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) KPU Kabupaten/Kota menetapkan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Peserta Pemilu.
(6) KPU Kabupaten/Kota menyerahkan berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Peserta Pemilu kepada saksi Peserta Pemilu, PPS, PPK, Bawaslu Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi.
(7) KPU Kabupaten/Kota mengumumkan rekapitulasi hasil perolehan suara Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada masyarakat melalui media massa.
Pasal 554
Dalam hal Penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal 518, Pasal 520, Pasal 523,Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1),Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Penyelenggara Pemilu Ancaman Pidana menjadi Penjara Paling Lama 4 Tahun dan denda paling banyak Rp. 48.000.000 (Enam Puluh Delapan Juta Rupiah)
Pasal 503
Setiap anggota KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak membuat dan menandatangani berita acara kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 354 ayat (3) dan Pasal 362 ayat (3) dan/atau tidak menandatangani berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 389 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(1) Sebelum melaksanakan pemungutan suara, KPPS:
a. membuka kotak suara;
b. mengeluarkan seluruh isi kotak suara;
c. mengidentifikasi jenis dokumen dan peralatan;
d. menghitung jumlah setiap jenis dokumen dan peralatan;
e. memeriksa keadaan seluruh surat suara; dan
f. menandatangani surat suara yang akan digunakan oleh Pemilih.
(2) Saksi Peserta Pemilu, pengawas Pemilu, pemantau Pemilu, dan warga masyarakat berhak menghadiri kegiatan KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketua KPPS wajib membuat dan menandatangani berita acara kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan berita acara tersebut ditandatangani paling sedikit oleh 2 (dua) orang anggota KPPS dan saksi Peserta Pemilu yang hadir.
(1) Sebelum melaksanakan pemungutan suara, KPPSLN:
a. membuka kotak suara;
b. mengeluarkan seluruh isi kotak suara;
c. mengidentifikasi jenis dokumen dan peralatan;
d. menghitung jumlah setiap jenis dokumen dan peralatan;
e. memeriksa keadaan seluruh surat suara; dan
f. menandatangani surat suara yang akan digunakan oleh Pemilih.
(2) Saksi Partai Politik Peserta Pemilu, saksi Pasangan Calon, Panwaslu LN, pemantau Pemilu, dan warga masyarakat berhak menghadiri kegiatan KPPSLN sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketua KPPSLN wajib membuat dan menandatangani berita acara kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan berita acara tersebut ditandatangani paling sedikit oleh 2 (dua) orang anggota KPPSLN dan saksi Peserta Pemilu yang hadir.
(1) Hasil penghitungan suara di TPS/TPSLN dituangkan ke dalam berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta ke dalam sertifikat hasil penghitungan suara Pemilu dengan menggunakan format yang diatur dalam Peraturan KPU.
(2) Berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh semua anggota KPPS/KPPSLN dan saksi Peserta Pemilu yang hadir.
acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara ditandatangani oleh anggota KPPS/KPPSLN dan saksi Peserta Pemilu yang hadir dan bersedia menandatangani.
(4) Berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara yang telah ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib disimpan sebagai dokumen negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 506
Setiap anggota KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak memberikan salinan 1 (satu) eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan suara, serta sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi Peserta Pemilu, Pengawas TPS/Panwaslu LN, PPS/PPLN, dan PPK melalui PPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 390 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(1) KPPS/KPPSLN mengumumkan hasil penghitungan suara di TPS/TPSLN.
(2) KPPS wajib memberikan 1 (satu) eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi Peserta Pemilu, Pengawas TPS, PPS, dan PPK melalui PPS pada hari yang sama.
(3) KPPSLN wajib memberikan 1 (satu) eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi Peserta Pemilu, Panwaslu LN dan PPLN pada hari yang sama.
(4) KPPS/KPPSLN wajib menyegel, menjaga, dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah penghitungan suara.
(5) KPPS/KPPSLN wajib menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan suara serta sertifikat hasil penghitungan perolehan suara kepada PPS atau kepada PPLN bagi KPPSLN pada hari yang sama.
(6) Penyerahan kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan dan penghitungan suara, serta sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib diawasi oleh Pengawas TPS beserta Panwaslu Kelurahan/Desa dan wajib dilaporkan kepada Panwaslu Kecamatan.
(7) Penyerahan kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPK wajib diawasi oleh Panwaslu Kecamatan dan wajib dilaporkan kepada Bawaslu Kabupaten/Kota.
Pasal 536
Setiap orang yang dengan sengaja merusak, mengganggu, atau mendistorsi sistem informasi penghitungan suara hasil Pemilu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 554
Dalam hal Penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal 518, Pasal 520, Pasal 523,Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1), Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Penyelenggara Pemilu Ancaman Pidana menjadi Penjara Paling Lama 4 Tahun dan denda paling banyak Rp. 48.000.000 (Empat Puluh Delapan Juta Rupiah)
Pasal 508
Setiap anggota PPS yang tidak mengumumkan salinan sertifikat hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 391, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
PPS wajib mengumumkan salinan sertifikat hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya dengan cara menempelkan salinan tersebut di tempat umum.
Pasal 552
(1) Setiap calon Presiden atau Wakil Presiden yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah penetapan calon Presiden dan Wakil Presiden sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran pertama, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
(2) Pimpinan Partai Politik atau gabungan pimpinan Partai Politik yang dengan sengaja menarik calonnya dan/atau Pasangan Calon yang telah ditetapkan oleh KPU sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran pertama, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
Pasal 553
(1) Setiap calon Presiden atau Wakil Presiden yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah pemungutan suara putaran pertama sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran kedua, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
(2) Pimpinan Partai Politik atau gabungan pimpinan Partai Politik yang dengan sengaja menarik calonnya dan/atau Pasangan Calon yang telah ditetapkan oleh KPU sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran kedua, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Pasal 540
(1) Pelaksana kegiatan penghitungan cepat yang melakukan penghitungan cepat yang tidak memberitahukan bahwa prakiraan hasil penghitungan cepat bukan merupakan hasil resmi Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 449 ayat
(4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).
(2) Pelaksana kegiatan penghitungan cepat yang mengumumkan prakiraan hasil penghitungan cepat sebelum 2 (dua) jam setelah selesainya pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 449 ayat
(5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).
Pasal 538 PPS yang tidak menyerahkan kotak suara tersegel, berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara, dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Peserta Pemilu di tingkat PPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 393 kepada PPK dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
(1) PPK membuat berita acara penerimaan kotak hasil penghitungan perolehan suara Peserta Pemilu dari PPS.
(2) PPK melakukan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rapat yang dihadiri saksi Peserta Pemilu dan Panwaslu Kecamatan.
(3) Rekapitulasi penghitungan suara dilakukan dengan membuka kotak suara tersegel untuk mengambil sampul yang berisi berita acara pemungutan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara, kemudian kotak ditutup dan disegel kembali.
(4) PPK membuat berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Peserta Pemilu dan membuat sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara.
(5) PPK mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di tempat umum.
(6) PPK menyerahkan berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Peserta Pemilu dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tersebut kepada saksi Peserta Pemilu, Panwaslu Kecamatan, dan KPU Kabupaten/Kota.
Pasal 505
Anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan PPS yang karena kelalaiannya mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan/atau sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 507
(1) Setiap Panwaslu Kelurahan/Desa yang tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel dari PPS kepada PPK dan tidak melaporkan kepada Panwaslu Kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 390 ayat (6) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(2) Setiap Panwaslu Kecamatan yang tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel dari PPK kepada KPU Kabupaten/Kota dan tidak melaporkan kepada Bawaslu Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 390 ayat (7) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 532
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang Pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah).
Pasal 554
Dalam hal Penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal 518, Pasal 520, Pasal 523,Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1), Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Penyelenggara Pemilu Ancaman Pidana menjadi Penjara Paling Lama 5 Tahun 4 Bulan dan denda paling banyak Rp. 64.000.000 (Enam Puluh Empat Juta Rupiah)
Pasal 539
PPK yang tidak menyerahkan kotak suara tersegel, berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara, dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Peserta Pemilu di tingkat PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 396 kepada KPU Kabupaten/Kota dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 551
Anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan/atau PPS yang karena kesengajaannya mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan/atau sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 505 Anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan PPS yang karena kelalaiannya mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan/atau sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 532
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang Pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah).
Pasal 554
Dalam hal Penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal 518, Pasal 520, Pasal 523,Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1), Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Penyelenggara Pemilu Ancaman Pidana menjadi Penjara Paling Lama 5 Tahun 4 Bulan dan denda paling banyak Rp. 64.000.000 (Enam Puluh Empat Juta Rupiah)
Pasal 551
Anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan/atau PPS yang karena kesengajaannya mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan/atau sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 505 Anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan PPS yang karena kelalaiannya mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan/atau sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 532
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang Pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah).
Pasal 554
Dalam hal Penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal 518, Pasal 520, Pasal 523,Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1), Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Penyelenggara Pemilu Ancaman Pidana menjadi Penjara Paling Lama 5 Tahun 4 Bulan dan denda paling banyak Rp. 64.000.000 (Enam Puluh Empat Juta Rupiah)
Pasal 551
Anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan/atau PPS yang karena kesengajaannya mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan/atau sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 505 Anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan PPS yang karena kelalaiannya mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan/atau sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 532
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang Pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah).
Pasal 554
Dalam hal Penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal 518, Pasal 520, Pasal 523,Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1), Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Penyelenggara Pemilu Ancaman Pidana menjadi Penjara Paling Lama 5 Tahun 4 Bulan dan denda paling banyak Rp. 64.000.000 (Enam Puluh Empat Juta Rupiah)
Pasal 551
Anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan/atau PPS yang karena kesengajaannya mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan/atau sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Dalam hal KPU tidak menetapkan perolehan hasil Pemilu secara nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 411 ayat (3), anggota KPU dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
Pasal 411
(1) Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden terdiri atas perolehan suara Pasangan Calon.
(2) Hasil Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota terdiri atas perolehan suara partai politik, calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota serta perolehan suara calon anggota DPD.
(3) KPU wajib menetapkan secara nasional hasil Pemilu anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan hasil Pemilu anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.